Dulu Pedagang Emperan, Sekarang Jadi Pengusahan Distro

Sekarang 90 merk sudah bergabung dengan bendera ’Yulis Trendshop’

Sekarang 90 merk sudah bergabung dengan bendera ’Yulis Trendshop’

Lari terbirit-birit sambil membawa barang dagangan menjadi keahlian tanpa latihan khusus bagi Anto, begitu panggilannya. Bagaimana tidak, seringkali setelah merasa aman mengelar dagangan di emperan Siola tiba-tiba kedatangan Satpol PP yang langsung membuyarkan mimpinya meraup untung.

Bahkan, laba yang telah ditunggunya kadang berubah menjadi kerugian bila petugas berhasil menyita dagangannya. Beruntung bagi bapak tiga anak ini, orangtuanya yang memiliki sedikit modal mau meminjamkan dananya untuk menyokong bisnisnya lebih baik.

”Saya mulai jualan kaos saat ketika kuliah di semester enam. Jenisnya pun masih terbatas kaos-kaos Rasta. Ambilnya dari Bali. Tapi kena obrakan akhirnya capek juga,” kenangnya.

Setelah delapan bulan mencoba menjadi PKL, dengan uang Rp 1 juta pinjaman orangtua dia memberanikan diri kulakan kaos dan aksesoris Dagadu, seperti dompet dan topi.

Modal yang cekak, membuat item barangnya sedikit. Untuk mempromosikan jualannya, bersama saudara dan teman-temannya, Anto aktif membagikan selebaran di sekolah-sekolah, kampus serta tempat kumpul anak muda Surabaya. ”Promosi dulu, dengan harapan konsumen datang,” katanya.

Meski tak terlalu berambisi, namun dalam waktu hanya 3 bulan usahanya mulai membuahkan hasil.Dagangan yang semula hanya digantung-gantungkan di ruang tamu rumah berhasil berkembang. ”Saya ingat waktu itu omzet hari pertama Rp 125 ribu. Bukan untuk jajan, uang itu langsung diputar untuk kulakan,” katanya bangga.

Bisnisnya pun makin melesat. Barang jualannya terus ditambah. Tidak sekadar merek Dagadu, pernik-pernik khas Malioboro lain ikut masuk di pajangan tokonya. Ia menggunakan label Yulis Pondok Cinderamata untuk bisnisnya tersebut.

Potensi pasar yang masih besar memotivasi menyewa sebuah toko di pinggir jalan Menur Pumpungan dekat kampus Unitomo. Pilihan tempat ini pun bukan tanpa pertimbangan. Tujuannya tak lain membidik pasar anak mahasiswa dan SMA. ”Konsumen di lokasi ini banyak mahasiswa dari kampus Unitomo, Untag, anak SMA hingga SMP,” kata jebolan Teknik Industri Untag ini.

Mengerti pasar menjadi salah satu strategi bisnisnya. Ketika tahun 1999, banyak konsumen menanyakan ’barang Bandung’, naluri bisnis Anto pun menangkap. Mulailah ia berburu koleksi di Kota Kembang itu. Tingginya permintaan mengharuskannya menjalin kerja sama dengan merek-merek Bandung, seperti Skaters, Ouval, Proshop dan 347. ”Saat itu merek-merek ini lagi hot. Jadi penjualan toko pun kencang,” katanya bersemangat.

Dianggap Negatif

Tahun 2003, akhirnya Anto memberanikan diri mengadopsi konsep Distro. Merek Dagadu sendiri mulai dilepas secara berlahan sejak 2001.” Saat saya mengutarakan konsep Distro, masyarakat masih menganggap itu negatif. Namun orangtua saya mendukung jadi jalan saja,” katanya. Hal itu pula yang membuat memiliki kerangka berpikir, bahwa kata ’negatif’ belum tentu jelek.

Seperti konsep Distro, dengan masih banyaknya orang yang memandang negatif, berarti belum banyak orang yang menjalankan bisnis tersebut. Saat itu, di Surabaya masih sedikit sekali usaha Distro baru sekitar 5 outlet. Di Kota Batu belum ada sama sekali.

Tambahan modal terus dicari, dengan uang pinjaman Rp 20 juta kian memantapkan usahanya. Menginjak tahun kedua setelah ”resmi” menjadi distro sempat memiliki 4 cabang. Namun setelah pemain sejenis semakin banyak, akhirnya diputuskan menutup dua cabangnya sebelum akhirnya saat ini menjadi 3 cabang. Lokasi Distro tersebut di Menur Pumpungan, Sidoarjo dan menambah satu lagi di daerah Menur juga dengan nama ‘Make Over’.

Terkait omzet, seperti bisnis lain Distro juga mengalami pasang surut. Saat sedang Distro booming di Surabaya, dalam satu bulan omzet sampai Rp 600 juta/toko. Sehingga pertumbuhan bisnis ini mencapai sekitar 12% per tahunnya. Saat ini sendiri bisnis Distro mulai stabil dengan pendapatan rata-rata per hari bisa menjual 30 kaos dengan harga per kaos kisaran harga Rp 75 ribu sampai Rp 90 ribu.

Saat ini, ada 90 merk yang bergabung dengan benderanya ’Yulis Trendshop’. Jika dulunya dia menerapkan sistem monopoli dengan artian hanya Yulis yang memegang satu merk tertentu di Surabaya, sekarang tidak bisa lagi. ”Lagi-lagi kalah dengan kebutuhan perut. Teman-teman yang punya merk itu kan juga memperhitungkan soal keuntungan. Jadi tidak bisa lagi kami monopoli. Tapi untuk yang merk-merk baru, mereka masih mau untuk sistem seperti itu,” kata penghobi modifikasi otomotif ini.

Tahun depan, Anto menargetkan bisa lebih membesarkan merek yang dibangunnya sendiri, yaitu Make Over. Selain itu, mulai memikirkan melakukan diferensiasi usaha. Salah satu keinginannya membuka kafe atau resto. Kebetulan, sang istri yang akrab dipanggil Venny memiliki hobi memasak.

Satu hal yang juga menjadi mimpinya setelah pensiun di usia 40 tahun. Jadi ke depan Distro akan dijalankan oleh karyawan serta melebarkan sayapnya dengan sistem Multi Level Marketing (MLM).”Distro sudah bisa dipercayakan karyawan. Sekarang tidak tiap hari ngecek toko. Jadi sekarang kalau pagi lebih banyak di rumah. Sore-sore baru keluar. Entah untuk presentasi atau apa. Kepengen kaya bule-bule, masih muda tapi sudah bisa jalan-jalan keliling dunia. Sudah siapkan aset dari sekarang,” tuturnya.

Anggraenny Prajayanti
(surabayapost)

3 Komentar

Filed under jatim

3 responses to “Dulu Pedagang Emperan, Sekarang Jadi Pengusahan Distro

  1. Intan

    Dua jempol buat mas Anto.
    Belum buka cabang di Malang yah……
    Semoga makin sukses. Tapi jangan sampai lupa diri ya…..

  2. Sukse usaha bisnisnya buat mas Anto. Gimana caranya gabung untuk memasarkan produk distro ?

  3. PONCO

    mas saya mau buka distro di daerah griyo mapan sentosa tropodo (depan)modal saya kecil hanya bisa utk sewa toko tapi pangsa pasarnya bagus dekat berbagai fasilitas. Gimana caranya saya bisa konsinyasi dengan mas anto, mohon bantuannya mas, terima kasih
    Semoga mas anto bisa memberi jawaban dengan cepat karena saya harus memberi putusan kepada pemilik toko tsb

Tinggalkan komentar