Sugeng Tewas Lebih Dahulu daripada Sumiarsih

Pendeta Gatut Budiono, dari Gereja Siloan, adalah salah satu saksi yang dihadirkan dalam, eksekusi Sugeng dan Sumiarsih. Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) ini dipilih langsung oleh Departemen Keagamaan Provinsi Jatim, untuk menggantikan Andreas, selaku rohaniawan Sumiarsih.
Tak ayal, pengalaman menyaksikan dua orang menghadapi kematian itu, membuat Gatut cukup kaget, shock, dan sangat iba. Apalagi ini merupakan pengalaman pertama.

Kepada Malang Post, Rektor Sekolah Tinggi Setya Budi, Karanglo, Singosari ini bercerita, saat itu dia tidak melihat jam, tapi yang dia tahu, rombongan meninggalkan LP Medaeng, sekitar pukul 23.50.
‘’Saat itu, kami menjemput Bu Sih (panggilan akrab Sumiarsih) di selnya lebih dulu. Saat itu Bu Sih terlihat sangat cantik. Raut wajahnya juga terlihat segar. Kepada saya, Bu Sih mengatakan jika sudah siap dan pasrah dengan apa yang terjadi,’’ kata Gatut mengawali ceritanya.

Dalam perjalanan dari sel menuju parkir mobil, Sumiarsih mengajak Gatut bernyanyi dan berdoa. Sumiarsih meminta Gatut membimbing, menyanyikan puji-pujian.

‘’Saya salut dengan Bu Sih, yang sangat tabah. Meskipun saat itu Bu Sih tetap masih mengharapkan ada keajaiban,’’ kata Gatut sambil mengatakan, keajaiban yang dimaksud Sumiarsih adalah tidak terlaksananya eksekusi ini.

Hingga berada di dalam mobil pun, Sumiarsih tetap bernyanyi. Sumiarsih yang terus mengatakan, jika hidup matinya sudah diserahkan kepada Tuhan Yesus ini, tampak khusuk.

Tidak sedikitpun ada rasa sedih, ataupun takut, menghadapi penembakan tersebut. Yang dirasakan Sumiarsih cuma satu, yaitu sudah waktunya dia ditembak, sebagai ganjaran menghilangkan lima nyawa keluarga Letkol (Mar) Purwanto, tahun 1988 lalu.

Berbeda dengan Sugeng, yang saat itu ikut mobil yang lain. Sugeng lebih banyak diam dan termenung. Hanya saja, antara Sumiarsih dan Sugeng memiliki keinginan yang sama, yaitu adanya keajaiban dengan tidak dilakukannya eksekusi ini.

Sugeng sendiri saat berjalan hanya sempat melihat ibunya sebentar, karena mereka tidak diperbolehkan berdekatan. Tersirat dari wajah keduanya, saling rindu, dan saling meminta maaf.

‘’Begitulah, saya tidak bisa menggambarkan. Yang jelas, melihat wajah keduanya kami sangat trenyuh,’’ kata Gatut, yang sempat beberapa kali memenggal ceritanya, lantaran harus berbicara dengan jemaat gereja yang ikut menghantarkan pemakaman Sumiarsih dan Sugeng.

Sekitar 20 menit perjalanan, rombongan pun masuk ke suatu komplek. Sayang, Gatut tidak mengerti komplek tersebut, karena sekelilingnya sangat gelap. Bahkan mobil yang membawanya, lampu depannya dimatikan. Suaranya sangat sunyi, kalaupun ada percakapan, tidak boleh keras.

Setelah semua mobil terparkir, para saksi pun diarahkan menuju ke tempat duduk saksi. Tapi saat itu, menurut Gatut dia tidak duduk di kursi, melainkan hanya duduk di dinding semen, yang sangat rendah. Barisan saksi ini berada di belakang barisan regu tembak. ‘’Tapi saat itu kami duduk dulu, belum ada regu tembak,’’ katanya sambil mengatakan tidak jauh dari, ada lampu yang digunakan untuk menyorot sasaran.

Belum lama duduk, Gatut dipanggil petugas. Panggilan itu adalah permintaan Sumiarsih, yang ingin bimbingan doa, untuk kali terakhirnya.

Gatut pun sangat respon. Dengan sepenuh hati. Dengan mata terpejam, lagu puji-pujian terdengar syahdu. ‘’Saya sangat mengagumkan Bu Sih, dia tampak tabah,’’ kata Gatut, sambil mengatakan jika Sumiarsih saat itu telah memakai pakaian serba putih.

Selesai berdoa, Gatut pun kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Sumiarsih dan Sugeng diantar ke tempat penembakan. Dua terpidana mati ini ditembak bersamaan, di ruang yang sama.

Jarak antara keduanya diperkirakan sekitar 15 meter. Sedangkan para regu tembak jaraknya juga sekitar 15 meter. Keduanya memakai pakaian putih-putih, dengan penutup kepala. Di pakaian putihnya itu ada tanda, yang menjadi sasaran penembak.

‘’Tidak ada lima menit. Saat itu jaksa mengangkat pedang, selanjutnya tim regu tembak, mengangkat senjata. Suara letusan hampir bersamaan antara regu tembak di Sugeng dan Bu Sih. Sugeng lebih dulu menundukkan kepala, sedangkan bu Sih, tiga empat detik kemudian,’’ kata Gatut, yang tidak boleh mendekati jenazah, sebelum saksi dari tim kedokteran melakukan pemeriksaan.

Tidak lama, tim medis ini memastikan kedua terpidana mati ini sudah meninggal, dan selanjutnya mobil ambulan, membawanya ke kamar jenazah RS dr Soetomo.

‘’Baru di RS dr Soetomo itulah saya melihat kondisi mereka. Keduanya kena tembak pada dada kanan. Saya tidak tega. Tapi karena ini sudah kewajiban, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin ini jalan Tuhan Yesus berikan kepada Bu Sih dan anaknya Sugeng,’’ kata Gatut lagi.

Proses otopsi cukup jenazah sekitar 2 jam. Jenazah Sugeng kemudian dimasukkan ke dalam peti. Alas peti untuk jenazah Sugeng adalah kain kafan dan tubuh Sugeng juga dibungkus kain kafan, tapi sebelumnya dimandikan dan disalati, di ruangan Forensik RS dr Soetomo tersebut. (ira/avi)
(ira ravika/malangpost)

15 Komentar

Filed under Berita, Indonesia, Malang

15 responses to “Sugeng Tewas Lebih Dahulu daripada Sumiarsih

  1. hukuman mati terkadang bikin kita bergidik, gentar, nanar dan sedih. Tapi hukum harus tetap ditegakkan.. stuju ? :)

  2. Abdul Aziz, S.Pd.

    gi mana yach, aku hampir tak bisa berkata apa-apa……

  3. Frenki Candra

    Hukuman Mati memang diatur di Negara kita dan di Agama kita…Hutang Darah dibalas Darah yang lebih Adil…

    Kita bisa memberikn Maaf pada terpidana mati tetapi Maaf itu tidak untuk menghapus hukuman mati…

    Hukuman MAti akan menyakitkan jika berlarut-larut samapai dengan 20 Tahun setelah Vonis Hakim, alangkah baiknya UU kita mengatur agar Terpidana Mati dapat segera di eksekusi maximal 5 Tahun setelah Vonis, jika lebih maka otomatis hukuman mati berubah menjadi seumur hidup…(dengan ketentuan semua proses hukum sudah harus dilakukan semuanya, tidak ada upaya hukum lagi yang bisa ditempuh lagi oleh terdakwa)

    Setuju Tidak….!??

  4. sibermedik

    hukuman mati itu penting ditegakkan sebagai shock therapy agar orang akan mengurungkan niat untk melakukan kejahatan. islam jauh2 hari sudah mengaturnya sebagai reward and punishment agar terbentuk struktur sosial yang beradab,saling menghargai hak dan kewajiban masing2 manusia walau berbeda keyakinan agama.

  5. ariefbenua

    hukuman mati bukan buat pembunuh saja tetapi juga kalo bisa buat koruptor yang makan harta rakyat…
    Biar kapok semua seperti yang dialami sugeng n sumarsih.

  6. Jajanan

    Trus apakah kejahatan jd berkurang apa malah bertambah?

  7. saya setuju koruptor juga dihukum mati

  8. aku suka sedih mendengar apalagi melihat berita di TV ttg eksekusi ini

    :((

  9. Ping-balik: Sugeng Tewas lebih dahulu dari Sumiarsih « Ikatan Alumni SMAN 38 Jakarta

  10. Heboh amat seh soal Sugeng n sumi ini.., keadilan mesti ditegakkan walau kadang gak semua bisa menerimanya..bener seharusnya pemerintah mengeksekusi pidana mati tidak lebih dari 5 thn…kelaman mereka menunggu sesuatu yang tanak ada kepastian…begitu juga para koruptor negeri ini harus dibuat aturan baru dimana hukumannya sama dengan kayak pembunuh diatas…koruptor yang makan duit negara yang uangnya diambil dari rakyat n hutang dari luar negeri sama aja menghancurkan hidup rakyat ..jadi KITA DUKUNG HUKUMAN MATI UNTUK KORUPTOR

  11. anas

    setuju hukuman mati….setuju jangan kelamaan.

  12. kita harus tahu, kita tak boleh menyalahkan sumiarsih dan keluarganya terus, jangan sangka Letkol Purwanto saat ituorang yang tak pantas mati, dia bisa dibilang orang bejat, rakus uang dan seks yang menekan orang dengan kekuasaan, teror karena dengan posisinya sebgai perwira TNI yang memiliki senjata dan anak buah.

  13. deasa

    pelajaran untuk kita semua, nasib yang menentukan adalah diri kita sendiri.Jadi jgn sampai salah langkah seperti yg telah dilakukan oleh Ibu Sumiarsih dan keluarga.

    Untuk Bu Sumiarsih dan keluarga..terima kasih sudah memberikan pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa Smoga dosa2ny diampuni Tuhan.Amiiinnn…

  14. duniapoet

    yang saya sesalkan hanya satu. kenapa sampai menunggu 20 tahun untuk eksekusi? seperti menjalankan hukuman 2x.

  15. Hukum memang HARUS ditegakkan…..TAPI BUKAN BERARTI HUKUMAN MATI. Karena yang namanya ‘mencabut/mengambil’ nyawa manusia itu HANYA ‘HAK’ SANG PENCIPTA. Buat sy hukuman mati ‘terlalu kejam’, dan hukuman seumur hidup berada di sel isolasi itu sudah cukup untuk membuat pelaku tersiksa & malah merenungi perbuatannya seumur hidup.

Tinggalkan komentar