Oleh Prija Djatmika
KALAU saja mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) masih hidup, tentu beliau pasti akan amat kecewa dan mungkin malah marah melihat perilaku oknum-oknum polisi akhir-akhir ini. Gus Dur, yang semasa hidupnya sejak belum menjabat presiden sudah sangat jelas menolak institusi polisi berada dalam tubuh militer, secara konsisten ketika menjabat presiden mengesahkan UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Berdasar UU itu, polisi resmi berada langsung di bawah presiden dan keluar dari tubuh institusi militer (TNI/ABRI) sebagaimana praktik era Orde Baru.
Namun, sepeninggal beliau, sebagaimana ditampakkan dalam perilaku polisi dalam kasus Mesuji; kasus pelabuhan Sape, Bima; serta penganiayaan oleh oknum Brimob terhadap AAL, 15, bocah pencuri sandal di Palu, praktik-praktik perilaku militeristik polisilah yang malah menonjol. Baca lebih lanjut